Salah satu tradisi agung di Indonesia adalah praktik pengajaran agama Islam di pesantren
Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa. Alasan pokok munculnya pesantren
ini adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat
dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Kitab-kitab ini
di Indonesia dikenal sebagai kitab kuning yang merupakan produk
pemikiran-pemikiran para Ulama pada masa lalu.[1]
Pembelajaran kitab kuning di Pesantren adalah pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan tradisional yakni menggunakan arab pegon sebagai
bahasa sasaran dalam menerjemah secara
menggantung pada bahasa Arab (bahasa sumber)[2].
Martin Van
Bruinessen menyebut kegiatan kajian kritis model terjemahan arab pegon dalam upaya pemahaman kitab kuning di
pesantren tradisional sebagai terjemahan jenggotan (bearded
translation).[3]
Penerjemahan arab pegon adalah kearifan lokal dan tradisi
kajian terhadap teks keislaman abad pertengahan dalam sistem pendidikan
pesantren tradisional di Jawa yang sampai sekarang tetap eksis. Terjemahan arab
pegon adalah murni karya ulama Jawa yang dikembangkan berdasarkan kekhasan
kitab kuning dan karakteristik pembelajar yang jauh dari lingkungan bahasa Arab
komunikasi lisan. Secara konseptual, istilah kearifan lokal adalah pengetahuan,
pandangan, dan sikap yang berkembang secara unik di satu tempat sebagai reaksi
terhadap kondisi lokal yang beragam dan berasal dari akumulasi pengalaman
praktis yang berakar oleh waktu. Secara filosofis, kearifan lokal dapat
diartikan sebagai sebentuk sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi
(indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis.
Dalam kegiatan penerjemahan arab pegon, para santri di bawah
bimbingan seorang guru mengkaji kitab kuning dengan cara menerjemahkan setiap
kata, frase dan berbagai unsur gramatikal bahasa Arab ke dalam bahasa Jawa.
Hasil terjemahannya ditulis di bawah setiap kata bahasa Arab yang diterjemahkan
dengan menggunakan huruf Arab pegon. Penerapan penerjemahan kitab kuning dengan
menggunakan Arab pegon dalam pengajarannya biasa disebut dengan Ngabsahi
(sebutan untuk wilayah Yogyakarta, Jawa Tengan dan Jawa Timur) atau Ngalogat
(sebutan untuk wilayah Jawa barat) dalam menerjemahkan dan memberi makna pada
kitab kuning.[4]
Arab pegon, sebenarnya hanya merupakan ungkapan yang
digunakan oleh orang Jawa, sedangkan untuk daerah Sumatera dan Malaysia disebut
dengan aksara Arab-Melayu5. Jadi,
huruf Arab pegon atau disebut dengan aksara Arab-Melayu ini merupakan tulisan
dengan huruf Arab dengan menggunakan bahasa lokal. Dikatakan bahasa lokal
karena ternyata tulisan Arab pegon tidak hanya menggunakan Bahasa Jawa saja
tetapi juga menggunakan Bahasa Sunda seperti yang terjadi di Jawa Barat, di
Sulawesi menggunakan Bahasa Bugis, dan di wilayah Sumatera menggunakan Bahasa
Melayu. 6
Keberadaan Arab pegon di Nusantara sangat erat kaitannya
dengan syi’ar Agama Islam, diduga merupakan salah satu cara yang
dilakukan oleh para ulama sebagai upaya menyebarkan Agama Islam.7 Selain
itu aksara Arab ini juga digunakan dalam kesusasteraan Indonesia8 Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat,
dalam kesusasteraan Jawa ada juga yang ditulis dengan tulisan pegon atau
gundhil, penggunaan huruf ini terutama untuk kesusasteraan Jawa yang bersifat
agama Islam,9 aksara Arab yang dipakai
dalam Bahasa Jawa disebut dengan aksara Pegon.10Bukan hanya kesusasteraan Jawa saja
tetapi ternyata mencakup Nusantara, bagi mereka yang mempelajari kesusasteraan
Indonesia seringkali menggunakan aksara Arab ini, bahkan di Malaysia disebut
dengan aksara Jawi.
Selain itu, keberadaan penggunaan Arab pegon di Pondok
Pesantren terutama yang masih kuat kultur masyarakatnyasampai saat ini masih
tetap dipertahankan. Karena selama ini pesantren masih dianggap banyak membawa
keberhasilan dalam pencapaian berhasilnya pelajaran dan pengajaran Bahasa Arab.11

(al-hamdu utawi sakabehe jinise puji iku li-llâhi tetep
kagungane Allah)
Al-hamdu adalah kata yang menduduki fungsi mubtada’
(subjek untuk kalimat verbal). Terjemahannya adalah utawi sakabehe jinise
puji. Kata utawi dilambangkan dengan م
dipakai untuk menunjukkan mubtada’ (subjek). Kata sakabehe jinise untuk
menunjukkan al listighrâq al-jins, yaitu al yang mempunyai makna
meliputi. Sedangkan kata puji terjemahan kata hamdu. Iku yang
dilambangkan dengan خ yang ditulis di atas
kata lillahi untuk menunjukkan bahwa kata lillâhi berkedudukan sebagai
khabar. Kata tetep adalah terjemahan kata istaqorro yang harus
dibuang dalam kalimat tersebut sebagai ta‘alluq jâr wa majrur
(keterkaitan fungsi jâr dan majrûr). Sedangkan kata kagungane (milik)
adalah terjemahan kata li dan Allah terjemahan dari Allohi .
Contoh penerjemahan arab pegon di atas menggabungkan tiga
unsur yakni unsur linguistik, unsur non linguistik serta kosa kata. Kata utawi
dan iku adalah terjemahan unsur linguistik, jinise puji (yang dalam pengertian
pesantren ada empat macam puji, yaitu dua untuk Tuhan dan dua untuk
makhluk-Nya) adalah terjemahan unsur non linguistik sedangkan puji dan Allah
adalah terjemahan kosa kata.12
[1] Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi islam di
Indonesia, (Bandung: Mizan, 1995) hlm.
17
[2] Ibid. hal 142
[4]
Irhamni, “Kearifan Lokal Pendidikan Pesantren Tradisional Di Jawa: Kajian Atas Praktik Penerjemahan Jenggotan”,
Jurnal Studi Keislaman Ulumuna. Vol. XV. No. 1. (Mataram: Institut Agama Islam Negeri Mataram). 2011. Hal. 95
6Amirul
Ulum, Huruf Pegon Pemersatu Ulama Nusantara, 2013.
Http//www.nu.online.com.diakses pada 1 Juni 2014
8 Fauziyah,
“Keberadaan Aksara Arab Dalam Sastra
Melayu”, Karya
Ilmiyah. (Medan: Fakulatas
Sastra
Univ. Sumatra Utara. 2005)
hal. 8
11http://syamsuljosh.blogspot.com/2012/06/tradisi-arab-pegon-di-pondok-pesantren.html) Diakses pada 2 Juni 2014.
12 Aly Abubkar Baslamah, Memahami Kitab Kuning Melalui Terjemahan
Tradisional (Suatu Pendekatan Tradisional terjemahan Pondok Pesantren), Majalah Pesantren, Nomor Perdana, 1984, h. 61-69.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup
Kyai (Jakarta:LP3ES 1994) hal 10-11
Salam
BalasHapusSebelum membeli/memesan, bolehkah saya melihat dulu daftar kitab kuning dengan terjemahan kata perkata yang Bapak/Ibu miliki?
Terima kasih.
Agus Salim
tuhansayangiaku@gmail.com